Archive for Desember 2014

Politik Kenyamanan

Orang baik.
Semua orang yang diciptakan di bumi ini jelas, memiliki keinginan untuk menjadi orang baik. Ntah baik menurut dirinya sendiri, atau baik juga untuk orang lain. Ntahlah. Aku pun sangat ingin menjadi orang baik. Heran, aku bingung bagaimana cara dan proses manalagi yang harus aku tempuh.

Aku pernah berusaha menjalani suatu itikad baik, sebut saja dalam sebuah hubungan. Itikad yang mungkin aku coba konkritkan tidak hanya sekedar visualisasi, atau verbalisasi, malah semua telah aku coba dengan suatu realisasi. Jelas dan konkrit.
Tapi memang tidak semudah itu, terkadang apa yang tersirat tak sama dengan apa yang tersurat, atau apa yang disuratkan, bukanlah inti dari hal yang menyiratkan. Susah mencari sinkronasi dari hal itu. Aku mulai bingung (dengan kalimatku sendiri).

Dalam sebuah hubungan, apakah sebuah kenyamanan menjadi inti penting? Atau legalitas? Atau hanya sekedar formalitas?
Semua masih menjadi teka-teki. Tapi teka-teki inilah yang menarik untuk aku teruskan. Ntah teruskan menjadi teka-teki abadi, atau berhasil kupecahkan. Aku semakin bingung (mungkin kalian juga).

Hakikat kenyamanan, dalam harfiah adalah suatu rasa yang hanya mampu dirasakan tanpa adanya suatu dwag, dwaling, bedrog (dalam hukum perdata, yang berarti paksaan, kekhilafan, dan ancaman). Rasa nyaman itu tentu sangat naif apabila aku deskripsikan secara harfiah, karena jelaslah rasa tersebut adalah abstrak dan kadang adalah rasa yang sulit dijelaskan.

Lanjut ke topik, apakah kenyamanan menjadi sebuah legalitas atau malah sekedar formalitas?
Didalam prakteknya, ya memang kenyamanan tidak terlepas dari kriteria mereka yang ikhlas dan menjadi orang baik didalam rasa itu sendiri. Karena suatu rasa yang tidak dipaksakan memang hanya dirasakan oleh orang yang berusaha baik. Mungkin. Aku bukan orang baik, jadi aku tidak tahu tentang ini (Lagi berusaha).

Kalau kenyamanan hanya sebagai suatu formalitas, bukankah esensi dari hubungan tersebut terkikis? Mungkin aku setuju dengan opini yang satu ini (padahal semuanya aku setuju, karena aku yang menulis). Tapi apabila aku dan/ atau kalian yang bersedia mengkaji lagi, benarlah, jangan menjadikan kenyamanan menjadi satu hal utama. Apalagi menjadikan kenyamanan sebagai kitab/ panutan/ bahkan mazhab dalam sebuah hubungan. Aku sendiri yakin, kenyamanan memang tidak menjamin semuanya.

Karena apa, rentetan perkara atau perjalanan didalam suatu hal yang sedemikian kita (aku) usahakan dalam itikad baik, tidak serta merta hanya mementingkan kenyamanan. Ada yang pernah bilang, "nyaman saja tidak cukup, butuh A, B, C, D". Ya, memang tidak bisa aku pungkiri. Sekarang timbul lagi pertanyaan, ABCD yang dimaksud itu apa? Semua lebih abstrak dari sebuah kenyamanan tadi.

Tapi ada satu hal yang mungkin bisa aku tarik benang lurus dari hal-hal ABCD itu, ya jelas saja ada hal yang lebih penting dari itu. Usaha. Aku rasa kita tidak bisa memungkiri bahwa suatu Usaha lah yang akan menjamin semuanya. Ingat, jaminan tak selalu indah. Jaminan bisa berupa pendapatan/bonus, bisa juga berupa kerugian. Jadi pintar-pintar kita yang ber Usaha untuk mengejarnya.

Selanjutnya, tentu kita (maksudnya aku) harus pandai, pintar, dan giat dalam menempatkan posisi. Sebagai seorang yang sedang berjuang dalam itikad baik, dan menjadi orang baik. Mau tidak mau aku harus bisa menjadi siapapun, apapun, dan dengan cara bagaimanapun didalam suatu posisi, atau peran apa yang harus kita lakoni dalam sebuah kondisi (yang dia butuhkan). Tidak mengharapkan hal muluk-muluk, tapi justru berusaha dengan semuluk-muluk kemampuan yang dimiliki.

Bertahun-tahun aku selalu mengamalkan suatu teori yang ku rakit sendiri : "Mencintai proses. Ntah aku akan dibawanya lurus kedepan, atau berbelok kemana proses itu berjalan". Sama sekali tidak aku pungkiri, mazhab yang aku gunakan ini cukup ampuh. Sampai saat ini. Segala usaha yang aku lakukan, memanglah suatu proses, dimana aku harus dibawanya lurus kedepan, tetap tegak dalam pendirian (sedikit egoisme) dan akan dapatkan jawaban setelah menembus garis finish. Atau pilihan kedua, aku tetap menjalani proses ini, dan berbelok untuk menentukan suatu keputusan yang berbeda dengan niat awalku. Itulah proses, mencintai awalnya, dan akan aku temukan cinta-cinta dalam suatu perjalanan yang aku harapkan adalah suatu hal dengan itikad baik.

Yang pasti, seorang pejuang yang berfikir dan menanamkan hati ikhlas, tulus, dan aman, tidak akan memikirkan hasil. (Hasil hanyalah sebagai bonus, ntah bonus pendapatan atau malah kerugian). Tapi yang terpenting adalah terus berusaha dan berusaha. Bukan untuk mendapatkan apa yang di inginkan, tapi mencari pendapatan dalam sebuah proses. Make it easy.

Posted in | Leave a comment
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.