Archive for November 2015

Lingkungan Hidup dan Hak Asasi Manusia

Indonesia, adalah negara kaya raya yang menjadi primadona bangsa asing untuk menanamkan tunas-tunas kekayaan yang kemudian dapat mereka nikmati hingga berpuluh generasi selanjutnya. Terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dari ujung Pulau We hingga akhir Papua yang tidak kurang Dua juta meter persegi.

Banyak orang yang berkata bahwa Ujian yang diberikan Tuhan kepada negeri Indonesia-ku tercinta ini memanglah sangat tak ada habisnya. Mulai dari kemiskinan, tindak kriminal pejabat hingga rakyat biasa, hingga yang paling nyata dampaknya adalah bencana alam. Tapi, kalau memang kita adalah manusia tempat nya berfikir, atau sebagai bukti bahwa kita adalah agen-agen perubahan, sesuai dengan ucapan terkenal filsuf Yunani, Cogito Ergo Sum (Saya berpikir, karena itu saya ada). Maka hal-hal demikian yang Indonesia hadapi, tidak semuanya memiliki campur tangan Tuhan secara nyata.

Saya tertarik mengkorelasikan antara bencana asap yang belakangan ini terjadi di beberapa daerah yang ada di Indonesia, khususnya yang ada di Pulau Sumatera dan Kalimantan dengan hak asasi manusia.

Paling awal saya harus meluruskan tentang banyak yang ketimpangan opini didalam masyarakat mengenai bencana asap. Menurut bahasa, kata bencana diartikan sebagai peristiwa arau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh, baik faktor alam dan atau faktor nonalam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampaknya dirasakan oleh banyak orang.

Dari kata bencana tersebut, tentunya sangat kuat kaitannya dengan Hak asasi manusia, kelestarian lingkungan hidup yang oleh bencana asap ini terjadi, telah merusak tatanan hak asasi manusia yang tersistematis di berbagai negara, termasuk Indonesia yang telah meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Miris sekali beberapa bulan terakhir ini bencana kabut asap yang oleh sebagian dari ulah oknum-okum nakal melakukan pembakaran lahan, sisa-sisa tumbuhan di ladang gambut, atau padang rumput yang dibabat habis dengan api yang mereka gunakan sebagai peraup rupiah.

Didalam konstitusi negara Republik Indonesia, yang banyak ahli menyebutnya dengan nuansa Green Constitution, pasal 28H ayat (1) berbunyi: “ setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Maka apabila bencana asap ini tetap berlangsung dalam waktu yang lebih lama lagi, jelaslah Konstitusi yang merupakan Dasar Hukum tertinggi di Republik Indonesia telah ikut ternodai, semangat Pancasila bisa saja kembali luntur akibat timpang tindih pendapat dan saling sikut oleh pejabat akibat bencana asap ini. Belum lagi masyarakat yang sukar mencari fakta dan hanya memuntahkan lahar makian terhadap pemerintah. Inilah yang menjadi potensi bencana diatas bencana.

Saya kira hal demikian memang bukan soal pemerintah lagi, namun karena faktor kedewasaan dan tak ada prinsip saling menghargai antar sesama umat manusia yang memiliki hak masing-masing. Pembakaran hutan oleh perusahaan-perusahaan yang amat sangat merugikan dan merampas hak orang lain. Inilah yang saya kira perlu nya memanusiakan HAM dalam diri orang-orang hebat disana. Mereka hebat, karena sudah punya segalanya berupa materi dan kekuasaan, namun secara moral saya kira mereka cacat.

Saya yakin kalau pembuat kebakaran hutan di berbagai wilayah Indonesia ini adalah orang-orang baik. Baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, dan baik untuk kepentingannya. Selebihnya, saya meragukan nilai Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan mereka di bangku sekolah dasar. Mungkin mereka perlu pembelajaran ulang, bahwa Indonesia terbentang luas dan dihuni oleh dua ratus lima puluh juta lebih makhluk yang disebut manusia, satu jenis dengan mereka.

Bencana asap timbul karena pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkontrol. Celakanya lagi pembakaran ini massif dilakukan oleh perusahaan disekitar lahan pembakaran dengan cara sengaja ataupun tidak. Didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) pelaku pembakaran lahan yang berdampak merusak lingkungan hidup akan dihukum penjara dan dengan denda. Namun, kembali lagi, UU PPLH hadir dengan campur tangan politik, dengan kendaraan Legislatif sebagai law maker-nya, yang membuat penegakan substansi hukum didalam UU PPLH senyatanya tidak efektif.

Sebenarnya negara telah aktif turun tangan terhadap perlindungan lingkungan hidup melalui beberapa butir Pasal di UUD NRI 1945 dan diperjelas oleh peraturan perundang-undangan dibawahnya, lalu di implementasikan oleh pemerintah dengan berbagai daya upaya, baik secara normatif maupun turun langsung ke lapangan. Lebih dari itu, ada hal yang sangat dibutuhkan oleh negara saat ini, yaitu bersatu untuk mengimplementasikan sila ketiga, bahwa Indonesia harus bersatu, segala elemen atau bidang sesuatu yang ada di Indonesia benar-benar harus bersatu untuk menyelesaikan masalah ini. Saling menghargai antar sesama, bahwa setiap dari manusia Indonesia memiliki hak masing-masing, termasuk hak untuk mendapatkan kesehatan yang layak berupa lingkungan hidup yang bebas polusi.

Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945: “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dijalankan berdasarkan Undang-Undang Dasar.” Buka mata, pasang telinga, dan rasakan lewat hati. Indonesia milik kita, bukan presiden, bukan pejabat, bukan juga bos-bos perusahaan besar. Sikat mereka yang merampas hak kita dengan otak! Hajar mereka yang merenggut asasi kita dengan logika! Dan kita bersama akan memanusiakan manusia yang berlandaskan Hak Asasi Manusia.

Posted in | Leave a comment
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.