Archive for 2015

Lingkungan Hidup dan Hak Asasi Manusia

Indonesia, adalah negara kaya raya yang menjadi primadona bangsa asing untuk menanamkan tunas-tunas kekayaan yang kemudian dapat mereka nikmati hingga berpuluh generasi selanjutnya. Terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dari ujung Pulau We hingga akhir Papua yang tidak kurang Dua juta meter persegi.

Banyak orang yang berkata bahwa Ujian yang diberikan Tuhan kepada negeri Indonesia-ku tercinta ini memanglah sangat tak ada habisnya. Mulai dari kemiskinan, tindak kriminal pejabat hingga rakyat biasa, hingga yang paling nyata dampaknya adalah bencana alam. Tapi, kalau memang kita adalah manusia tempat nya berfikir, atau sebagai bukti bahwa kita adalah agen-agen perubahan, sesuai dengan ucapan terkenal filsuf Yunani, Cogito Ergo Sum (Saya berpikir, karena itu saya ada). Maka hal-hal demikian yang Indonesia hadapi, tidak semuanya memiliki campur tangan Tuhan secara nyata.

Saya tertarik mengkorelasikan antara bencana asap yang belakangan ini terjadi di beberapa daerah yang ada di Indonesia, khususnya yang ada di Pulau Sumatera dan Kalimantan dengan hak asasi manusia.

Paling awal saya harus meluruskan tentang banyak yang ketimpangan opini didalam masyarakat mengenai bencana asap. Menurut bahasa, kata bencana diartikan sebagai peristiwa arau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh, baik faktor alam dan atau faktor nonalam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampaknya dirasakan oleh banyak orang.

Dari kata bencana tersebut, tentunya sangat kuat kaitannya dengan Hak asasi manusia, kelestarian lingkungan hidup yang oleh bencana asap ini terjadi, telah merusak tatanan hak asasi manusia yang tersistematis di berbagai negara, termasuk Indonesia yang telah meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Miris sekali beberapa bulan terakhir ini bencana kabut asap yang oleh sebagian dari ulah oknum-okum nakal melakukan pembakaran lahan, sisa-sisa tumbuhan di ladang gambut, atau padang rumput yang dibabat habis dengan api yang mereka gunakan sebagai peraup rupiah.

Didalam konstitusi negara Republik Indonesia, yang banyak ahli menyebutnya dengan nuansa Green Constitution, pasal 28H ayat (1) berbunyi: “ setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Maka apabila bencana asap ini tetap berlangsung dalam waktu yang lebih lama lagi, jelaslah Konstitusi yang merupakan Dasar Hukum tertinggi di Republik Indonesia telah ikut ternodai, semangat Pancasila bisa saja kembali luntur akibat timpang tindih pendapat dan saling sikut oleh pejabat akibat bencana asap ini. Belum lagi masyarakat yang sukar mencari fakta dan hanya memuntahkan lahar makian terhadap pemerintah. Inilah yang menjadi potensi bencana diatas bencana.

Saya kira hal demikian memang bukan soal pemerintah lagi, namun karena faktor kedewasaan dan tak ada prinsip saling menghargai antar sesama umat manusia yang memiliki hak masing-masing. Pembakaran hutan oleh perusahaan-perusahaan yang amat sangat merugikan dan merampas hak orang lain. Inilah yang saya kira perlu nya memanusiakan HAM dalam diri orang-orang hebat disana. Mereka hebat, karena sudah punya segalanya berupa materi dan kekuasaan, namun secara moral saya kira mereka cacat.

Saya yakin kalau pembuat kebakaran hutan di berbagai wilayah Indonesia ini adalah orang-orang baik. Baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, dan baik untuk kepentingannya. Selebihnya, saya meragukan nilai Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan mereka di bangku sekolah dasar. Mungkin mereka perlu pembelajaran ulang, bahwa Indonesia terbentang luas dan dihuni oleh dua ratus lima puluh juta lebih makhluk yang disebut manusia, satu jenis dengan mereka.

Bencana asap timbul karena pembakaran hutan dan lahan yang tidak terkontrol. Celakanya lagi pembakaran ini massif dilakukan oleh perusahaan disekitar lahan pembakaran dengan cara sengaja ataupun tidak. Didalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) pelaku pembakaran lahan yang berdampak merusak lingkungan hidup akan dihukum penjara dan dengan denda. Namun, kembali lagi, UU PPLH hadir dengan campur tangan politik, dengan kendaraan Legislatif sebagai law maker-nya, yang membuat penegakan substansi hukum didalam UU PPLH senyatanya tidak efektif.

Sebenarnya negara telah aktif turun tangan terhadap perlindungan lingkungan hidup melalui beberapa butir Pasal di UUD NRI 1945 dan diperjelas oleh peraturan perundang-undangan dibawahnya, lalu di implementasikan oleh pemerintah dengan berbagai daya upaya, baik secara normatif maupun turun langsung ke lapangan. Lebih dari itu, ada hal yang sangat dibutuhkan oleh negara saat ini, yaitu bersatu untuk mengimplementasikan sila ketiga, bahwa Indonesia harus bersatu, segala elemen atau bidang sesuatu yang ada di Indonesia benar-benar harus bersatu untuk menyelesaikan masalah ini. Saling menghargai antar sesama, bahwa setiap dari manusia Indonesia memiliki hak masing-masing, termasuk hak untuk mendapatkan kesehatan yang layak berupa lingkungan hidup yang bebas polusi.

Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945: “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dijalankan berdasarkan Undang-Undang Dasar.” Buka mata, pasang telinga, dan rasakan lewat hati. Indonesia milik kita, bukan presiden, bukan pejabat, bukan juga bos-bos perusahaan besar. Sikat mereka yang merampas hak kita dengan otak! Hajar mereka yang merenggut asasi kita dengan logika! Dan kita bersama akan memanusiakan manusia yang berlandaskan Hak Asasi Manusia.

Posted in | Leave a comment

Mungkin

Mungkin aku adalah kegelisahan pagi yang pasrah tanpa pasti apakah mentari akan menyejukkan, atau hanya akan membuat terik.

Mungkin aku adalah dinding dinding tua yang kokoh, puluhan hingga ratusan tahun disapa hujan dan disenyum panas, dan menunggu berapa saat lagi akan bertahan.

Mungkin aku adalah kegusaran hutan ilalang yang setia tetap bertumbuh meski alam pun mengamini, mereka hanyalah bagian dari konspirasi.

Mungkin aku adalah pohon pisang yang cantik di padang pasir, sebanyak apapun dahagaku bisa tercukupi, tetap saja suatu saat semua akan dihisap habis oleh alamku.

Mungkin aku adalah kesetiaan mentari dalam setiap tengah hari, sekuat aku ber-ego, tapi aku menunggu bahwa Pencipta suatu waktu akan membalikkan tempat terbitku.

Mungkin aku adalah jembatan lama yang disandingkan dengan jembatan baru, semua sama hanyalah perbatasan atau tempat lalu lalang semua yang miliki tujuan dunia.

Mungkin aku adalah...
Mungkin aku...
Mungkin...

Posted in | Leave a comment

Rekayasa Rindu

Kalo hidup memang ditakdirkan untuk saling membutuhkan dan saling mengisi, pastinya akan ada ganjalan berupa kepuasan hati dan kebahagiaan bathin kalo memang semua selaras dan seiring sejalan. Tapi kadang kenyataannya, aku lebih banyak membutuhkan daripada dibutuhkan, mungkin sedikit membuat otak berpikir.

Hidup juga sudah digariskan untuk saling melengkapi. Esensi dari saling melengkapi, berarti ada hal ketidak-sempurna-an yang mungkin bisa di-isi oleh kelebihan, hingga hal tersebut terlihat sempurna. Tapi, kenyataannya tidak. Mungkin juga karena ketidak-sempurna-an ku jauh lebih banyak dari kelebihanku, sehingga sulit melengkapinya. Ntahlah.

Katanya juga cinta itu egois, dan cinta juga hak manusia. Tapi, aku justru berusaha setidak egois mungkin, mungkin persepsiku tentang cinta masih primitif. Tapi benar saja, cinta tau mana yang harus diperjuangkan, dan mana yang harus ditinggalkan. Ya, cinta adalah pelajaran terbaik untuk memilih dan bertanggung jawab untuk pilihan itu.

Satu lagi, cinta mengajarkan banyak ujian. Ntah itu diposisi yang paling serba salah, atau posisi paling menguntungkan sekalipun. Bagaimana cara agar aku mampu konsisten dan tetap berada pada jalur cinta yang sehat.

Aku memilihmu karena aku yakin aku bisa bertanggung jawab dengan segala ke-egoisanku. Aku ingin kamu karena aku tau kamu layak buat selalu diperjuangin. TAPI, aku lebih tau diri bahwa ketidak-layakan aku untuk dipilih adalah hal wajar.

Pada titik terendah sekalipun, aku masih membutuhkanmu, ntah sebagai apa yang kamu bisa. Tapi setinggi apapun titik yang aku injak, tak sepatah pun terucap kalo semua hanya sekedar rindu. Rindu yang pada akhirnya akan membawaku kemana dia berlari. Apakah aku akan konsisten untuk terus disini, menikmati rindu ini, atau aku yang bakal mati dan terkubur oleh rinduku sendiri.

Lagi-lagi, semua masalah proses. Selalu akan ada jalan baru yang aku temui, dan Demi nama dan Sujudku setiap saat, aku ingin proses ini berlabu ke kamu.

Posted in , | 1 Comment

1+1+1=0

Sebatas apa keadilan dalam cinta?
Sebatas ada yang lama berjuang namun hanya disuruh tetap sabar, atau ada orang baru yang langsung bisa ada ikatan?

Contohnya, ada tamu yang sudah lama datang, disuguhkan minum, dan makanan dan hanya duduk-duduk manis di teras rumah, sedangkan ada tamu yang baru datang tapi langsung disuruh masuk ke dalam rumah.

Jika cinta memang tidak mengenal keadilan, lalu mengapa harus ada perjuangan? Aku susah mendeskripsikannya, tapi andai saja mata, telinga, dan hatiku yang bisa berbicara, nangislah.

Mungkin juga keadilannya untuk orang yang jelek hanya sebatas itu. Cukup menunggu, menunggu, dan harus sabar ujungnya.

Mau apalagi?
Rasa-rasanya. . .

Takdir pecundang memang seperti ini. . .

Posted in | 1 Comment

3 Bahan, 1 rasa, dalam 1 Bungkus Cerita

Ada rasa yang memang tak harus diteruskan, dan ada prasangka yang sudah cukup aku tahu kulitnya. Perasaan sepi yang dulu sangat akrab denganku memang pernah kulepas pergi, aku kira ia bakal lama pergi, ternyata dia kembali. Tapi, aku harus beradaptasi lagi dengan sepi, sudah lama tak jumpa, bahkan rasanya pun aku sudah lupa. Lucu ya, ternyata sepi itu pergi untuk kembali, dia memang banyak diam, namun pasti. Dia juga tak banyak menyakiti, tapi dia buat kelu.

Semua kembali lagi, setelah tidak ada yang bisa aku dapatkan dari ke egoisanku menentang takdir. Aku terlalu asik berusaha, terlalu jumawa berikhtiar, tapi aku lupa satu batasan yang memang membuat aku harus terjun lagi.

Aku lupa bahwa selama ini aku hanya mencari "bonus" dari apa yang aku idam-idamkan. Tapi, bonus nya tinggal isapan jempol. Ternyata kosong. Eh, atau memang aku yang kalah, aku tidak sekuat ambisi ku, aku juga tidak sekuat harapanku. Ya tapi, "sesuatu-yang-pernah-kuanggap-baik-itu" mungkin masih menghantui.

Kamu semangat ya, aku sayang kamu.

-------

Banyak pelajaran yang aku geluti akhir-akhir ini. Panjang perjalanan untuk bisa naik ke kelas selanjutnya. Tapi aku masih gagal dalan ujian yang diselenggarakan. Membuatku harus tetap tinggal disini, dan yang lain, sudah akan naik ke kelas yang lebih tinggi. Banyak yang harus aku perbaiki, memang.

Aku pernah bermimpi bahwa bahagia kamu itu hanya aku, atau aku juga sering berandai-andai kalau yang bisa kamu andalkan itu, cuma aku. Tapi setelah aku terbangun dari tidurku, aku sadar, oh hanya mimpi.

Aku pernah berjanji tak akan pernah lelah untuk selalu ada dan selalu hadir dalam hidupmu. Tapi ternyata aku bukan pria yang bisa menepati janji, aku sendiri yang mengingkarinya, karena keadaan.

Aku berusaha menjadikan apa yang aku inginkan sebagai apa yang aku butuhkan, ternyata aku egois. Itu yang membuat aku belum baik dan mungkin masih harus belajar menjadi baik.

-------

Malam mungkin telah membuat perikatan bahwa ia akan sili berganti menjaga manusia dengan malam-malam berikutnya tanpa lelah. Tapi mengapa kita lelah?

Apakah matahari pun telah ikut berkoordinasi dengan yang maha punya, karena nyatanya ia selalu hadir, datang, dan ada saat manusia butuhkan, tanpa diminta. Tapi mengapa kita hilang?

Aku yakin bahwa bulan telah berjanji pada semesta, bahwa ia akan selalu menerangi malam hingga manusia-manusia dibumi hilang dari peradaban. Tapi mengapa kita ingkar?

Mungkinkah belum cukup hujan memberi pertanda bahwa setiap ia datang, manusia harus bersembunyi, berlindung, dan bernaung ditempat yang teduh. Tapi mengapa kita menjadi kemarau?

Kau tau aku pernah bermimpi bahwa akan datang matahari dimalam hari, atau bulan disiang hari? Rasa-rasanya itu sama seperti aku berharap kau jangan lelah, kau jangan hilang, kau tidak boleh ingkar, dan kau jangan menjadi kemarau.

Aku juga pernah berandai bahwa akan ada hujan diterang bulan yang aku cahayanya kilau menembus jendela, bahkan hingga pori-pori dinding sekalipun. Aku berteduh didalam tempat yang bisa melindungiku, dan aku bersembunyi dari petir yang bisa membunuhku setiap saat, dan aku bernaung untuk kenyamananku sendiri.

Andai sesuatu-yang-pernah-kuanggap-baik itu.
Tapi nyatanya? Aku adalah kamu, dan kamu memang bukan aku. Karena waktu belum mau bersekutu, jadi, aku harus ikhlas lagi.

Posted in , | Leave a comment

Ada Saran Judul?

Susah menafsirkan seseorang yang 'mungkin' berarti atau yang setidaknya 'mungkin' teristimewa didalam lingkaran hidup. Atau mungkin harus aku ralat kalimat pertama, lebih tepatnya kata pertama pada kalimat pertama diatas. Bukan susah, tapi bingung. Lebih tepat.

Begitu banyak hal-hal yang telah terekam oleh mentari dan diabadikan oleh malam. Mungkin itu sebagai faktor kebingungan. Menempatkan kata per kata yang sekiranya terbaik untuk manusia yang dianggap juga baik, itu juga ibaratkan berperkara dalam perkara. Sedikit beresiko. Tapi kalau benar, sanjungan yang diterima.

Aku pernah mencoba menafsirkan 'ia' yang kuanggap berarti. Sejak awal bahkan sebelum semua semakin berarti. Dari awal memang terjadi banyak pertentangan. Banyak kontras yang mencekik, bahkan kalimat-kalimat mereka menghidupkan amarahku. Mereka juga mungkin berusaha menggigit bahkan menggerogoti suatu jalinan yang aku anggap 'indah'. Tapi mungkin merekalah temanku. Aku bisa belajar banyak dari negativistik mereka akan aku. Sejak saat itu juga aku berusaha menegakkan payung teduh, agar setidaknya bisa meneduhkan bibir-bibir mereka sebentar.

Ada juga serigala yang seakan mengimbangi tafsiran diri aku akan sesuatu terbaik itu. Sebenarnya merekalah yang membuatku semangat. Tapi disatu sisi, mereka inilah yang bisa kapan saja menjadi musuh utama aku. Aku akan berpuas diri, dan berhenti berusaha menjadi yang baik. Tapi, tak ayal aku memang sangat membutuhkan mereka-mereka. Apalagi saat ini.

Aku sadar aku membutuhkan mereka-mereka untuk selalu mengoreksi diri aku, membajak semua kejelekan ku dan berusaha untuk memperbaiki diri. Terlebih, aku juga butuh 'ia' sebagai media utama agar aku bisa menjadi lebih baik, baik buat aku, 'ia', lalu? Kita. Mungkin. Hah!

Aku masih berfikir, apa aku bisa menjadi orang baik agar aku akan tetap pada jalan, impian, dan niat aku untuk hal terbaik itu. Sampai saat ini pun aku masih sulit mendeskripsikan keterbaikan hal itu. Lebih banyak ketakutan dari pada keberanian. Masuk ke materi pembahasan pun aku tampaknya segan. Tapi akan ku coba.

Sesuatu yang terbaik itu, pada awalnya (berarti pernah, sempat, bisa dibilang sangat) aku perjuangkan. Walaupun hanya sekedar usaha kecil, untuk aku dan aku lah. Antara usaha dan niat memang harus sejalan lurus. Karena itulah Rule of Law dari apa yang aku anggap terbaik itu. Aku rasa kalimatku makin mengada-ada.

Pernah ada yang bilang aku terlalu tulus memperjuangkan apa yang aku anggap baik ini. Omong kosong. Tidak ada ketulusan seperti ini. Dari dulu aku tahu yang namanya ketulusan secuil apapun itu, tidak bisa diucapkan dengan kata-kata bahwa 'aku tulus', karena itu sesuatu yang cukup prinsipil dalam hati. Apabila hal tersebut diucapkan, maka lunturlah makna beserta esensi dari 'tulus' itu. Sejuah ini yang aku amalkan, hanya terus usaha, dan perjuangkan apa yang dianggap baik, sejauh mana kebaikan itu tidak berpaling.

Tugas manusia-manusia yang 'berusaha' tulus seperti yang tertulis diatas. Namun, ada kalanya mereka bingung, atau kehabisan akal dan cara apalagi yang harus mereka lakukan. Aku khawatir dengan hal ini, terlebih dengan diri aku sendiri. Ketika menemukan jalan buntu, banyak manusia yang berusaha memutar jalan balik untuk kemudian menemukan dua pilihan lagi : berbelok untuk menemukan jalan yang menjadi tujuan sebelumnya, atau kembali ke fase awal seperti belum pernah berniat untuk mencari tujuan tersebut. Satu lagi yang bisa dilakukan manusia yang 'berusaha' tulus ketika menemukan jalan buntu dalam usahanya itu, yaitu : memecahkan jalan buntu tersebut. Yang ini nampaknya kerap dipilih mereka. Tapi aku tak akan pernah menyentuh hal demikian.

Satu hal yang aku tahu mengapa 'ia' atau sesuatu itu aku anggap terbaik. Karena 'ia' memang pantas diperjuangkan, tanpa ketidakberdayaan aku memonopoli keadaan saat ini, 'ia' atau sesuatu itu masih ku anggap terbaik. Sampai harinya nanti, ntah akan naik strata menjadi sesuatu yang istimewa, atau justru terjun ke hal yang tidak aku duga.

Hal lain yang aku mengerti lagi, bahwa sesuatu yang terbaik itu, adalah tempat aku belajar. Aku bisa mempelajari bahwa ambisi sangat erat dengan egoisme, maka dari itu, aku harus bisa mengontrol keduanya agar tidak menjadi disparitas kekuatan, aku tinggikan ambisiku cukup dengan seper-sekian dari egoisme diri aku. Karena aku juga manusia yang mungkin memiliki berjuta ego pribadi.

Ada lagi, aku bisa belajar bahwa keyakinan juga sangat erat hubungannya dengan optimistis. Setiap manusia memiliki keyakinan akan jalannya yang membuat aku tahu, bahwa dengan optimis, semua akan terasa lebih terang. Tapi tidak semuanya seperti itu. Aku tahu bahwa sikap optimis yang akan membuatku terlalu bersemangat, aku hanya takut aku akan keluar dari jalurnya untuk mendapatkan sesuatu itu.

Ternyata semua masih harus aku pelajari. Hingga aku lulus dan mendapatkan bonus dari semua yang mungkin telah disiratkan dari yang maha punya skenario.

Aku manusia biasa. Mungkin aku butuh, mungkin aku juga ingin. Tapi semua masih dalam proses fit and proper test ilahi. Akan ada hal datang dan pergi seperti matahari dan bulan yang bergantian mengisi. Akan ada juga senyum dan tangis beriringan dalam bahagia dan dalam sendu. Tapi aku yakin semua akan selalu ada kesempatan untuk saling menjadi orang baik dan menjadi orang yang pernah 'berusaha' tulus dan berjuang

Aku sayang 'ia', sesuatu yang terbaik itu.

Posted in , , | Leave a comment
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.