Perbedaan Diatas Persamaan

Lama hidup di perkotaan, telah membuat saya terbiasa dengan apa saja yang ada disini. Mulai dari suasana kota yang tak tenang, hingga polusi udara yang semakin hari semakin dahsyat. Atau, hawa dingin yang senantiasa bersahabat dengan udara kota.

Jauh dari kota, tepatnya berjarak waktu tempuh lebih dari 13 jam dari palembang. Saya menginjakkan kaki disebuah desa. Desa Sikadamai, atau lebih dikenal dengan nama Desa Lebong panjang. Letaknya pun tak kurang jauh 3 jam dari kota Curup, Provinsi Bengkulu. Disana saya menghabiskan waktu lebaran di kediaman nenek.

Pertama kali menginjakkan kaki, saya sudah terbayang dengan angan-angan, kalau saya pasti tidak akan betah disini. Apakah saya bisa tidur? Apakah saya bisa makan disini? atau saya bisa boker tenangkah disini? Dan ketika kaki saya sampai disebuah kamar, saya langsung membaringkan badan. Mengingat kami sampai sekitar pukul 8 pagi, dan pergi selepas buka puasa kemarin nya dari palembang.

Ketika siang harinya saya bangun. Saya diajak kakak sepupu untuk jalan-jalan mengelilingi desa ini. Sebuah ajakan yang sangat sayang untuk saya tolak. Inilah perbedaan pertama yang saya temukan. Masyarakat dikota, kebanyakan anak seusia saya, mereka lebih dingin. Dalam artian tidak terbuka dengan orang yang baru mereka lihat. Jauh berbeda. DiDesa, anak sebaya saya sangat Welcome dengan anak baru macam saya ini. Bahkan mereka yang tak kenal sama sekalipun, tak canggung untuk menyapa saya.

Dari hal-hal kecil, saya menemukan sebuah pemikiran baru. Sebenarnya banyak orang mengatakan bahwa pergaulan dikota itu lebih bebas dan cenderung tak terkendali. Sebetulnya sama saja. Bayangkan saja, di desa ini anak SD saja sudah diperbolehkan merokok. Rokok memang tidak terlepas dari desa ini, karena mayoritas masyarakat didesa ini adalah perokok. Baik laki-laki maupun perempuan, tak ada larangannya.

Pergaulan malam pun disini seperti tanpa batasannya. Bayangkan, jam berapapun anak-anak disini mau pulang kerumah, tak sedikitpun para orang tua mencari. Saya sendiri berfikir wajar saja mereka seperti itu. Karena sebagaimana kita ketahui, kebanyakan orang desa itu perantau, jadi mungkin para orang tua belajar memaklumi anaknya pulang malam, karena suatu saat mereka akan melepas anak-anaknya sebagai seorang perantau.

Mengenai keamanan, sungguh sangat mengagetkan saya. Bayangkan, mengenai kendaraan. Disana saya akui, Memang sangat aman. Bayangkan saja, setiap malam, motor hanya diparkirkan didepan rumah. Atau bahkan dipinggir jalan. Lebih parah lagi, tak jarang kunci motor nya masih tergantung dimotor itu sendiri. Karena kebanyakan dari mereka malas menyimpan kunci di tempat lain, karena mereka takut lupa. Dan kita saya tanya kenapa mereka begitu berani nya seperti ini, mereka jawab : "Disini aman, tidak pernah terjadi curanmor, karena memang disini hidupnya saling mengerti dan pengertian". Mungkin kalian bisa bayangkan bagaimana kalau ada motor yang terkapar dipinggir jalan kota Palembang, lengkap dengan kunci nya. Pasti besok sudah ada di Koran.

Dari kebersamaan yang jarang saya temukan di kota, desa ini saya merasakan dalam satu keluarga berkumpul semua anggota nya mulai dari kakek nenek, paman bibi, anak cucu, bahkan cicit nya pun ikut hanya untuk bercerita dari sebuah malam. Kalau sudah seperti itu, Cemilan-cemilun pun tak sedikit dikeluarkan, dan ditemani dengan teh untuk menepiskan dingin nya malam pedesaan.

Keberagaman budaya yang sangat mendasar inilah yang membuat saya mendapatkan sebuah inspirasi. Betapa perbedaan sekecil apapun bisa kita cermati dan pelajari. Sebuah Perbedaan Diatas Persamaan.

Posted in . Bookmark the permalink. RSS feed for this post.
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.